Sunday, April 28, 2013

Komentar Sebagian Ulama Ahlussunnah Tentang Ibnu Taimiyah


Al Hafizh Ibnu Hajar (W. 852 H) menukil dalam kitab ad-Durar al Kaminah juz I, hal. 154-155 bahwa para ulama menyebut Ibnu Taimiyah dengan tiga sebutan: Mujassim, Zindiq,  Munafiq.  Ibnu Hajar menyatakan;  Ibnu Taimiyah menyalahkan sayyidina ‘Umar ibn al Khaththab –semoga Allah meridlainya-, dia menyatakan tentangsayyidina Abu Bakr ash-Shiddiq –semoga Allah meridlainya- bahwa beliau masuk Islam di saat tua renta dan tidak menyadari betul apa yang beliau katakan (layaknya seorang pikun).  Sayyidina Utsman ibn ‘Affan –semoga Allah meridlainya-, -masih kata Ibnu Taimiyah- mencintai dan gandrung harta dunia dan sayyidina 'Ali ibn Abi Thalib –semoga Allah meridlainya-, -menurutnya- salah dan menyalahi nash al Qur’an dalam 17 permasalahan, 'Ali menurut Ibnu Taimiyah tidak pernah mendapat pertolongan dari Allah ke manapun beliau pergi, dia sangat gandrung dan haus kekuasaan dan dia masuk Islam di waktu kecil padahal anak kecil itu Islamnya tidak sah.

Ibnu Hajar al Haytami (W. 974 H) dalam karyanya Hasyiyah al Idlah fi Manasik al Hajj Wa al 'Umrah li an-Nawawi,hal. 214 menyatakan tentang pendapat Ibnu Taimiyah  yang mengingkari kesunnahan safar (perjalanan) untuk ziarah ke makam Rasulullah shallallahu ‘alayhi  wasallam:

وَلاَ يُغْـتَرُّ بِإِنْكَارِ ابْنِ تَيْمِيَةَ لِسَنِّ زِيَارَتِهِ r فَإِنَّهُ عَبْدٌ أَضَلَّهُ اللهُ كَمَا قَالَهُ العِزُّ ابْنُ جَمَاعَةَ، وَأَطَالَ فِي الرَّدِّ عَلَيْهِ التَّقِيُّ السُّبْكِيُّ فِي تَصْنِيْفٍ مُسْتَقِلٍّ، وَوُقُوْعُهُ فِي حَقِّ رَسُوْلِ اللهِ r لَيْسَ بِعَجَبٍ فَإِنَّهُ وَقَعَ فِي حَقِّ اللهِ، سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَمَّا يَقُوْلُ الظَّالِمُوْنَ وَالْجَاحِدُوْنَ عُلُوًّا كَبِيْرًا، فَنَسَبَ إِلَيْهِ العَظَائِمَ كَقَوْلِهِ إِنَّ للهِ تَعَالَى جِهَةً وَيَدًا وَرِجْلاً وَعَيْنًا وَغَيْرَ ذلِكَ مِنَ القَبَائِحِ الشَّنِيْعَةِ، وَلَقَدْ كَفَّرَهُ كَثِيْرٌ مِنَ العُلَمَاءِ، عَامَلَهُ اللهُ بِعَدْلِهِ وَخَذَلَ مُتَّبِعِيْهِ الَّذِيْنَ نَصَرُوْا مَا افْتَرَاهُ عَلَى الشَّرِيْعَةِ الغَرَّاءِ.

"Janganlah tertipu dengan pengingkaran Ibnu Taimiyah terhadap kesunnahan ziarah ke makam Rasulullah, karena sesungguhnya ia adalah seorang hamba yang disesatkan oleh Allah  seperti dikatakan oleh al ‘Izz ibn Jama’ah. At-Taqiyy as-Subki dengan panjang lebar juga telah membantahnya dalam sebuah tulisan tersendiri. Perkataan Ibnu Taimiyah yang berisi celaan dan penghinaan terhadap Rasulullah  Muhammad ini tidaklah aneh karena dia bahkan telah mencaci Allah,  Maha Suci Allah dari  perkataan orang-orang kafir dan atheis. Ibnu Taimiyah menisbatkan hal-hal yang tidak layak bagi Allah, ia menyatakan Allah memiliki arah, yad, rijl, ‘ayn (dengan makna anggota badan) dan hal-hal buruk yang lain.  Karenanya,  Ibnu Taimiyah telah dikafirkan oleh banyak para ulama, semoga Allah memperlakukannya dengan keadilan-Nya dan tidak menolong pengikutnya yang mendukung dusta-dusta yang dilakukannya terhadap Syari’at Allah yang mulia ini.”  

Pengarang kitab Kifayatul Akhyar Syekh Taqiyyuddin al Hushni (W. 829 H), setelah menuturkan bahwa para ulama dari empat madzhab menyatakan Ibnu Taimiyah sesat, dalam kitabnya Daf’u Syubah Man Syabbaha Wa Tamarrada  beliau menyatakan:

فَصَارَ كُفْرُهُ (أي ابن تيمية) مُجْمَعًا عَلَيْهِ.

“Maka dengan demikian, kekufuran Ibnu Taimiyah adalah hal yang disepakati oleh para ulama.”

Adz-Dzahabi (Mantan murid Ibnu Taimiyah) dalam risalahnya Bayan Zaghal al Ilmi wa ath-Thalab, hal. 17 berkata tentang Ibnu Taimiyah:

”Saya sudah lelah mengamati dan menimbang sepak terjangnya (Ibnu Taimiyah), hingga saya merasa bosan setelah bertahun-tahun menelitinya. Hasil yang saya peroleh; ternyata bahwa penyebab tidak sejajarnya Ibnu Taimiyah dengan ulama Syam dan Mesir serta ia dibenci, dihina, didustakan dan dikafirkan oleh penduduk Syam dan Mesir adalah  karena ia sombong, terlena oleh diri dan hawa nafsunya (‘ujub), sangat haus dan gandrung untuk mengepalai dan memimpin para ulama dan sering melecehkan para ulama besar. Lihatlah Wahai pembaca betapa berbahayanya mengaku-ngaku sesuatu yang tidak dimilikinya dan betapa nestapanya akibat yang ditimbulkan dari gandrung akan popularitas dan ketenaran. Kita mohon semoga Allah mengampuni kita.” Adz-Dzahabi melanjutkan: “Sesungguhnya apa yang telah menimpa Ibnu Taimiyah dan para pengikutnya, hanyalah sebagian dari resiko yang harus mereka peroleh, janganlah pembaca ragukan hal ini.”

Risalah adz-Dzahabi ini memang benar adanya dan ditulis oleh adz-Dzahabi karena al Hafizh as-Sakhawi  (W. 902 H) menukil perkataan adz-Dzahabi ini dalam bukunya al I’lan bi at-Taubikh, hal.  77.

Al Hafizh Abu Sa’id al ‘Ala-i (W. 761 H) yang semasa dengan Ibnu Taimiyah juga mencelanya. Abu Hayyan al Andalusi (W. 745 H) juga melakukan hal yang sama, sejak  membaca pernyataan Ibnu Taimiyah dalam Kitab al ’Arsy yang berbunyi: “Sesungguhnya Allah duduk di atas Kursi dan telah menyisakan tempat kosong di Kursi itu untuk mendudukkan Nabi Muhammad shallallahu ‘alayhi wasallam bersama-Nya”, beliau melaknat Ibnu Taimiyah. Abu Hayyan mengatakan: “Saya melihat sendiri hal itu dalam bukunya dan saya tahu betul tulisan tangannya.”Semua ini dituturkan oleh Imam Abu Hayyan al Andalusi dalam tafsirnya yang berjudul an-Nahr al Maadd min al Bahr al Muhith. Ibnu Taimiyah juga menuturkan keyakinannya bahwa Allah duduk di atas ‘Arsy dalam beberapa kitabnya: Majmu’ al Fatawa, juz IV, hal. 374,  Syarh Hadits an-Nuzul, hal. 66, Minhaj as-Sunnah an-Nabawiyyah,juz I , hal. 262.  Keyakinan seperti ini jelas merupakan kekufuran. Termasuk kekufuran Tasybih; yakni menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya sebagaimana dijelaskan oleh para ulama Ahlussunnah.  Ini juga merupakan bukti bahwa pernyataan Ibnu Taimiyah Mutanaaqidl (Pernyataannya sering bertentangan antara satu dengan yang lain)Bagaimana ia  mengatakan -suatu saat- bahwa Allah duduk di atas ‘Arsy dan –di saat yang lain- mengatakan Allah duduk di atas Kursi?! padahal kursi itu jauh sangat kecil di banding ‘Arsy.

Setelah semua yang dikemukakan ini, tentunya tidaklah pantas, terutama bagi orang yang mempunyai pengikut untuk memuji Ibnu Taimiyah karena jika ini dilakukan maka orang-orang tersebut akan mengikutinya, dan dari sini akan muncul bahaya yang sangat besar. Karena Ibnu Taimiyah adalah penyebab kasus pengkafiran terhadap orang yang ber-tawassul, ber-istighatsah dengan Rasulullah dan para Nabi, pengkafiran terhadap orang yang berziarah ke makam Rasulullah, para Nabi serta para Wali untuk ber-tabarruk. Padahal pengkafiran seperti ini belum pernah terjadi sebelum kemunculan Ibnu Taimiyah. Sementara itu, sekarang ini para pengikut Ibnu Taimiyah juga mengkafirkan orang-orang yang ber-tawassul dan ber-istighatsah dengan para nabi dan orang-orang yang saleh, bahkan mereka menamakan Syekh ‘Alawi ibn Abbas al Maliki  dengan nama  Thaghut Bab as-Salam  (ini artinya mereka mengkafirkan Sayyid ‘Alawi), karena beliau -semoga Allah merahmatinya- mengajar di sana, di Bab as-Salam, al Masjid al Haram, Makkah al Mukarramah.

0 comments:

Post a Comment