Dahulu
di zaman Rasulullaah SAW. kaum muslimin dikenal bersatu, semua berpadu
di bawah pimpinan dan komando Rasulullah SAW. Jika terdapat masalah atau
terjadi perselisihan pendapat antara para sahabat, mereka langsung
datang kepada Rasulullah SAW, dan itulah yang membuat para sahabat saat
itu tidak sampai terpecah belah, baik dalam masalah akidah, maupun
dalam urusan duniawi.
.
Kemudian
setelah Rasulullah SAW. wafat, benih-benih perpecahan mulai tampak dan
puncaknya terjadi saat Imam Ali bin abi tholib menjadi khalifah. Namun
perpecahan tersebut hanya bersifat politik belaka, sementara akidah
mereka tetap satu yaitu akidah Islamiyah, meskipun saat itu benih-benih
penyimpangan dalam akidah sudah mulai ditebarkan oleh ibnu Saba’,
seorang yang dalam sejarah Islam dikenal sebagai pelopor ideology
Saba’iyyah yang identik dengan Syi’ah. Pada waktu itu paham yang paling
menyesatkan adalah mereka meyakini bahwa Ali bin Thalib adalah tuhan.
Aliran mereka dikenal dengan Khattabiyyah. Para ulama tidak mengatakan
bahwa Abdullah bin Saba’ adalah tokoh fiktif, sebagaimana pendapat
kelompok Syi’ah Imamiyyah Itsna ‘Asyariyah. Mereka
cenderung melaknat Abdullah bin Saba’ yang seorang yahudi. Tentu saja
sikap mereka ini dapat dipahami alasannya, yaitu pengakuan mereka akan
eksistensi Abdullah bin saba’ secara tidak langsung akan menimbulkan
persepsi bahwa ajaran mereka merupakan akulturasi dan asimilasi dengan
agama Yahudi (Ashl al-Syi’ah Wa ushuluha hal 17, Abdullah Bin Saba’ Fi
nasj al-Khayal).
.
Setelah
para sahabat wafat, benih-benih perpecahan dalam akidah semakin
membesar, sehingga timbullah bermacam sekte ideologi yang menyimpang
dari ajaran Rasulullah SAW. Saat itu muslimin terpecah dalam dua
kelompok besar, satu bagian dikenal sebagai golongan-golongan ahli
bid’ah atau kelompok-kelompok sempalan dalam Islam seperti Mu’tazilah,
Syiah (Rawafid), Khowarij dan lain-lain. Sedang bagian yang satu lagi
adalah golongan terbesar, yaitu golongan orang-orang yang tetap
berpegang teguh dengan turots yang dikerjakan dan diyakini oleh Rasulullah SAW. bersama sahabat-sahabatnya.
.
Namun
pada abad ke 6 hijriyah sekitar tahun 661 hijriyah lahirlah seorang
ulama terkemuka pada zamannya ahmad bin abdul halim bin abdus salam bin
taimiyah yang lebih popular dengan nama ibnu taimiyah al harroni yang
telah menjadi sosok kontroversional diantara para ulama dari berbagai
lapisan empat madzhab baik di zamannya maupun ulama yang datang
setelahnya dan tak jarang produk pemikirannya pun menjadi ajang polemik
diantara ulama terutama yang bekaitan dengan masalah aqidah sehingga
beliau sering menikmati kehidupannya di dalam jeruji besi, beliau dalam
menyampaikan gagasan-gagasannya tidak hanya menyalahi ulama zamannya
bahkan keberanian beliau sampai pada mukholafatul ijma’ (menyalahi ijma’ ulama) hal itu lah yang membuat beliau berada dalam buruan para ulama.
.
Produk
pemikiran beliau yang menjadi kontroversi para ulama di zamannya terjadi
pada tahun 698 hijriyah,awal mula beliau menyuguhkan pemikiran dan
fatwa-fatwa yang popular dengan masalah alhamawiyah dan hal ini
membuat beberapa fuqoha zamannya turut membahasnya dan mereka melarang
beliau untuk berbicara,kemudian disusul oleh al qodi imamuddin
alquzwaini yang langsung memasukkan beliau ke dalam jeruji besi dan al
qodi memmberikan pernyataan “barang siapa yang mengambil fatwanya ibnu
taimiyah maka kami akan menta’zirnya (menghukumnya).
.
Selang
beberapa waktu kemudian tepatnya pada tahun 705 hijriyah beliau kembali
menghebohkan dunia islam dengan fatwanya yang membuat dirinya menjalani
kehidupan penjara lagi, dan pada tahun 709 hijriyah akhirnya beliau
dipindahkan ke iskandariyah dan tidak sampai situ saja di sana pun
beliau juga menyuguhkan gagasan dan fatwa-fatwa yang di permasalahkan
oleh ulama setempat,begitulah seterusnya seputar perjalanan hidup ibnu
taimiyah yang sering kali keluar masuk penjara dalam beberapa kasus dan
terkadang beliau terkesan tidak kosekwen dengan pernyataannya kadang
beliau mengaku bermadzhab hambali namun pada kesempatan lain beliau
mengaku bemadzhab safi’i sebagaimana hal itu di ungkapkan oleh al hafid ibnu hajar al asqollani dalam kitab addurorul kaaminah hal 88-98.
.
Oleh
karena itu dari masa ke masa ulama selalu mengontroversikan pola
pemikiran ibnu taimiyah muai dari ulama madzhab sampai ulama kalam
bahkan beberapa muridny pun ikut andil dalam membicarakan sosok ibnu
taimiyah seperti imam ibnu kastir dan imam addzahaby, maka tak heran
kalau ibnu taimiyah menjadi ajang pembicaraan para ulama ahlus sunnah
akan tetapi perlu di ingat juga bahwa imam ibnu taimiyah tidak selamanya
seperti itu pada akhirnya pun beliau bertaubat atas semua ideologinys
dan mrngikti ideology yang dikembangkan oleh Abu al-Hasan al-Asy’ari hal
ini ditandai dengan pernyataan Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Fatawa:
ألأشاعرة أنصار أصول الدين والعلمار انصار علوم الدين
“Para
pengikut Abu al-Hasan al-Asy’ari adalah penolong “Ushul” (pokok-pokok)
agama, sedangkan para ulama adalah penolong ilmu-ilmu agama”.
kemudian
beliau mengangkat kitab-kitab yang bermadzhab as’ary sebagai simbol
bahwasannya dia adalah pengikut as’ary sebagaimana yang ara di
riwayatkan oleh al hafid ibnu hajar dalam kitab addurorul kaaminah hal 148 dan hal itu juga disaksikan oleh ulama zamannya yang berkompeten As-Syeikh Syihabuddin An-Nuwairy wafat 733 H dalam kitab Nihayah Al-Arab Fi Funun Al-Adab juz 32 hal 115-116.
“Keilmuan” Ibnu Taimiyah
ibnu
taimiyah dilahirkan pada tahun 661 H beliau tumbuh dengan kecerdasan
yang luar biasa. mula-mula dia belajar pada ibnu abi daim, muslim bin
allan dan ibnu abi amar dan dengan bekal kecerdasan yang tinggi beliau
mampu mengalahkn yang lainnya dan imam addzahabi penah bercerita bahwa
ibnu taymiyah sudah mempunyai kompetensi bermunadzoroh (berdebat) sebelum masa baligh dan mampu mengajar, mengarang serta berfatwa bahkan ketika umurnya belum memasuki 20 tahun (addurorul kaaminah
hal 95). al hafid ibnu hajar pernah berbica panjang tentang kehebatan
ibnu taimiyah melalui tulisan muridnya al hafid dzahabi, menurut
addzahabi ibnu taimiyah mampu mentarjih dan membedakan argument yang
kuat dalam masalh khilafiyah dan jarang sekali ku temukan seorang yang
lebih cepat diri ibnu taimiyah dalam berargumen baik dengan ayat-ayat al
qur’an maupu hadist seakan akan semua itu berada di depan dan di ujung
lidahnya addurorul kaaminah hal 19 maka tak heran kalau ibnu taimiyah mampu mengkader dan menciptakan ulama-ulama yang hebat seperti al
hafid ibu kastir,al hafid dzahabi,ibnu abdul hadi,samsuddin abu
abdillah yang popular dengan ibnu jauzi,alhafid abu hajjaj yusuf bin
abdurahman al mizzi.
.
Sorotan Ulama’ Tentang Pribadi Ibnu Taimiyah
قال
المحدث الحافط الفقيه ولي الدين العراقي إبن الشيخ زين الدين العراقي :
إنه خرق الإجماع في مسائل كثيرة قيل تبلغ ستين مسألة بعضها في الأصول و
بعضها في الفروع خالف فيها بعد انعقاد الإجماع عليها (الأجوبة الميضيةعلي
المسألة المكية)
“seorang
ahli hadist yang mendapat gelar al hafid al faqih waliuddin al iroqi
putra dari shyaih zainuddin al iroqi berkata :sesungguhnya ibnu taimiyah
telah keluar dari ijma’ ulama dalam berbagai masalah , dikatakan
mencapai 60 per masalahan , sebagian mengenai aqidah dan sebagian
lainnya mengenai furu’, ia telah menyalahi permasalahan- permasalahan
yang telah di sepakati oleh ulama’(al ajwibah al mudiah alal mas alatil
maakiyah)
Hal sama juga di serukan oleh ibnu hajar al haitami sebagai berikut
Syakh ibnu hajar berkata dengan menukil semua permasalahan ibnu taimiyah yang menyalahi kesepakatan ulama’ yaitu :
Ibnu Taimiyyah telah berpendapat
, bahwa Alam itu bersifat dahulu dengan satu macam, dan selalu makhluk
bersama Allah. Ia telah menyandarkan alam dengan Dzat Allah Swt bukan
dengan perbuatan Allah secara ikhtiar.
Ibnu taimiyah juga berkeyakinan
akan adanya jisim pada dzatnya allah SWT ,arah dan perpindahan, dan dia
juga berkeyakinan bahwa allah tidak lebih kecil atau lebih besar dari
arsy, sungguh allah maha suci dari kedustaan keji dan buruk ini serta kekufuran yang nyata (al fatawa al hadisiyah 116)
Dalam kesempatan yang lain beliau juga menyinggung ibnu taimiyah serta muridnya sebagai berikut:
“maka
berhati hatilah kamu dan jangan sampai mendengarrkan apa yang di tulis
oleh ibnu taimiyah dan muridnya ibnu qoyyim dan lainnya dari orang-
orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan allah telah
menyesatkan nya dari ilmu serta menutup telinga dan hatinya dan
menjadikan penghalang atas pandangannya”.(al fatawa al haditsiyah 203)
Seorang ulama besar Syaikh Abu Al-Hasan Ali Ad-Dimasyqi berkata dari ayahnya bahwasanya beliau bercerita
“ Ketika kami sedang duduk di majlis Ibnu Taimiyyah, dan ia berceramah hingga sampai pada pembahasan ayat Istiwa, ia berkata “ Allah Swt beristiwa di atas arasy-Nya seperti istiwaku ini “,(al maqoolat assuniyah 36)
Hal yang sama juga di ungkapkan oleh al hafid taqyuddin assubuky dalam kitab adduroru al mudhi’ah hal 2-3 “bahwa
ibnu taimiyah telah membuat hal yang baru dalam masalah aqidah dan
menghancurkan pondasi serta aqidah islam setelah dia mengaku masih
mengikuti ajaran al qur’an dan hadist dam mengaku selalu mengajak kepada
kebenaran kemudian dia keluar dari semuanya itu dan memciptakan sesuatu
yang bid’ah dengan menyalahi semua ijma’ ulama’”
Al imam yaafi’I juga berkomentar “bahwa barang siapa yang mengikuti ajaran ibnu taimiyah maka halal darah dan hartanya” sebagaimana di kutib dari kitab( mir’atul janaan)
Al hafid ibnu hajar al asqollani juga berpendapat
bahwa sebagian ulama ada yang menisbahkan ibnu taimiyah kepada
kenifakan dan sebagian ulama juga menisbahkan ibnu taimiyah pada
kezindikan (adduroru al kaminah)
Bahkan
murid beliau sendiri al hafid addzahabi ikut andil dalam menyikapi
pribadi beliau dan mengingatkan beliau agar berhenti menyerukan
faham-faham estrim dan batilnya serta berhenti dari kebiasaan mencaci
maki ulama’ soleh terdahulu maka dari itu al hafid addzahabi terdorong
untuk menulis kitab yang bejudul an nasihah ad dzahabiyah li ibni taimiyah
Tidak
hanya itu saja, bahkan sekitar 90 ulama besar yang telah mengkritisi
produk pemikiran beliau yang dimanifestasikan dalam bentuk kitab-kitab
klasik.
Penulis : ahmad maydin
Editor : amiruddin fahmi
0 comments:
Post a Comment